-->

Wahai Pendawam Kesalahan dan Kedurhakaan

Wahai Pendawam Kesalahan dan Kedurhakaan


Wahai pendawam kesalahan dan kedurhakaan, pengabai perintah Tuhan, serta pengekor fitnah dan kesesatan, sampai kapankah engkau mau berada dalam kejahatan dan enggan mendekatkan diri kepada Tuhan? 

Wahai Pendawam Kesalahan dan Kedurhakaan

Engkau mencati sesuatu yang tidak akan kau capai dari dunia ini dan menjaga diri dari azab akhirat dengan sesuatu yang tidak kau miliki. 

Engkau tidak yakin dengan jaminan rezeki Allah dan malah mengingkari perintah-Nya.

Wahai saudaraku, demi Allah, nasihat tidak lagi bermanfaat untukmu. Berbagai kejadian tidak menyadarkanmu. 

Perputaran waktu tidak kau rasakan dan suara kematian tidak terdengar olehmu, seolah-olah engkau, wahai orang malang hidup selamanya dan tidak akan pernah mati.

Demi Allah, orang yang menebus dosa dan takut neraka telah beruntung dan selamat, sedangkan engkau masih sibuk berbuat salah dan dosa.

Kesabaranku berkurang dan layaklah kumeratap
Kalbuku menjadi tidak sehat karena dosa
Ruhku rusak karena perbuatan maksiat
Uban mengabarkan kematian sebagai berita
Setiap kali kukatakan luka hati telah sembuh
Hatiku kembali ketika akibat dosa
Keberuntungan dan nikmat hanya milik hamba yang datang
pada Hari Kebangkitan dengan aman dan lega

Wahai saudara, tinggalkanlah dunia ini seperti orang saleh meninggalkannya! Siapkanlah bekal untuk kepindahan yang pasti terjadi! Ambillah pelajaran dari berlalunya waktu dan umur!

Wahai orang linglung dan sesat
yang terlena oleh lemahnya perjalanan
Allah menangguhkan, tetapi engkau malah menantang
dan tidak takut akibat perbuatan maksiat.

Al-Junayd r.a. bertutur:

Aku menjenguk al Sari al Saqathi ketika ia sefang sakit.
Aku bertanya, “Bagaimana kondisimu?” Ia menjawab:

Bagaimana mungkin aku mengeluhkan kondisiku kepada Tuhan semantara musibah yang menimpaku bersal dari Tuhan.

Aku kemudian mengipas-ngipasinya agar merasa sejuk. Ia malah berkata, “Bagaimana angin kipas ini dapat menyejukkan dada yang terbakar dari dalam? Ia lalu bersenandung:

Hati ini terbakar dan air mata berlinang
Penderitaan berkumpul, sementara kesabaran berpencar
Bagimana bisa tenang hati yang selalu
penuh gairah kerinduan dan kerisauan
Wahai Tuhan, jika ada jalan keluar untukku
anugerahkanlah kepadaku selama hidup ini tersisa.

Diriwayatkan bahwa Ali ibn al Muwaffiq r.a. mengatakan, “Suatu hari aku keluar untuk mengumandangkan azan. Dalam perjalanan, aku menemukan sebuah kertas lalu kuletakkan di lengan bajuku. 

Seusai salat, aku membaca kertas itu, yang ternyata bertuliskan: “Wahai Ali ibn al Muwaffiq, apakah engkau takut miskin, padahal aku adalah Tuhan-mu?!”

Al Mazini bercerita:

Aku menemui al Syafi’i r.a. saat ia sakit menjelang kematiannya. Aku bertanya, “Bagaimana keadaanmu?” 

Ia menjawab, “Aku akan meninggalkan dunia, berpisah dengan saudara-saudaraku, meneguk gelas kematian, berjumpa dengan buruknya amal, dan kembali kepada Allah.

Aku tidak tahu apakah ruhku akan kembali ke surga sehingga layak kuberi ucapan selamat ataukah ke neraka sehingga aku pantas berbelasungkawa kepadanya.” Ia lalu menangis dan bersanandung:

Saat hatiku sesak dan jalanku sempit hanya asa pada ampunan-Mulah tanggaku
Dosaku tampak demikian besar namun ampunan-Mu, Tuhan,
Jauh lebih besar Engkau senantiasa mengampuni dosa serta berbaik hati dan memberi magfirah sebagai anugerah
Andai bukan karena-Mu, tidak seorang pun hamba selamat dari Iblis
Bagaimana tidak, hamba pilihanmu, Adam pernah disesatkannya.

Wahai saudaraku, segeralah bertobat dari dosa! Ikutilah jejak kaum yang bertobat!

Lewatilah jalan kaum yang kembali kepada Tuhan serta mendapat tobat dan ampunan!

Mereka bangkit beribadah di kegelapan malam serta membaca kitab Tuhan dengan jiwa yang cemas dan hati yang gemetar. 

Mereka letakkan kening mereka di tanah dan mintakan kebutuhan mereka kepada Zat Yang melihat tetapi tidak terlihat.

Berhentilah di pintu-Ku saat datang bencana
Yakinlah kepada-Ku, pasti kautemukan sebaik-baik sahabat kental
Janganlah menoleh kepada selain-Ku, engkau pasti menyesal
Siapa yang berpaling kepada selain-Ku niscaya akan kecewa.

Abu Mahfuzh Ma’ruf al Karkhi telah mendapatkan kemulian dari Allah Swt sejak masa kecil. Saudaranya, Isa, bercerita:

Aku dan saudaraku, Ma’ruf, berada di sekolah. Saat itu kami masih beragama Nasrani. Guru kami mengajarkan namun saudaraku, Ma’ruf, malah berteriak: “Ahad, ahad (Esa, esa).” Mendengar itu, sang guru sangat marah. 

Ma’ruf dipukul sangat keras, sehingga ia pun kabur. 

Lama Ma’ruf tidak pulang-pulang, Ibu Ma’ruf menangis seraya berkata, “Andaikan Tuhan mengembalikan Ma’ruf, kami akan mengikuti apa pun agama yang dianutnya. 

Beberapa tahun kemudian, ia kembali kepada ibunya. Sang ibu bertanya, “Wahai anakku, apakah agama yang kau anut?” “Aku memeluk agama Islam,” jawabnya. 

Ibunya langsung bersyahadat, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Ibuku masuk Islam diikuti oleh kami sekeluarga.

Ahmad ibn Fath bertutur:

Dalam mimpi aku melihat Bisyr ibn al Harits sedang duduk di sebuah taman seraya menyantap hidangan. Aku bertanya, “Wahai Abu Nashr, apa yang Allah perbuat kepadamu?” 

Ia menjawab, “Dia mengasihi dan mengampuniku. Dia juga memberikan surga berikut segala isinya untukku. Allah mempersilahkanku, ‘Makanlah seluruh buahnya dan minumlah dari seluruh sungainya. Nikmatilah seluruh isinya sebagaimana dahulu engkau menghalangi dirimu dari berbagai syahwat di dunia.’”

Aku kembali bertanya, “Di manakah saudaramu, Ahmad ibn Hambal?” 

Ia menjawab, “Ia berdiri di depan pintu surga, memberikan syafaat kepada kaum Ahlu sunah yang berpandangan bahwa Alquran adalah kalam Allah, bukan makhluk.”

“Apakah yang Allah perbuat kepada Ma’ruf al Karkhi?” tanyaku lagi. Ia menggerakkan kepala lalu berkata,

“Sungguh jauh. Begitu banyak hijab memisahkan kami. Ma’ruf tidak menyembah Allah karena berharap surga-Nya dan tidak pula takut neraka-Nya. 

Ia beribadah karena rindu kepada-Nya. Karena itu, ia diangkat ke sisi-Nya hingga tidak ada lagi hijab antara dirinya dan Tuhan.”

Itulah obat suci yang mujarab. Barang siapa memiliki hajat kepada Allah, hendaklah ia mendatangi kuburan Ma’ruf dan berdoa di sana. Isnya Allah keinginannya terkabul.

Wallahu a’lam

Jangan lewatkan Cerita Dzu Alnun Almishri.

Disqus Comments