Aliran Sesat Ahmadiyah
Ahmadiyah sebagai perkumpulan atau Jema'at didirikan oleh Mirza Ghulam
Ahmad di Qodiyan, India (sekarang Pakistan) tahun 1889, yang karena perbedaan
pandangan tentang penerus kepemimpinan dalam Ahmadiyah dan ketokohan pendirinya
berkembang dua aliran, yaitu Anjuman Ahmadiyah (Ahmadiyah Qodiyan) dan
Anjuman Ishaat Islam Lahore (Ahmadiyah Lahore). Kedua aliran tersebut
mengakui kepemimpinan dan mengakui ajaran serta faham yang bersumber pada
ajaran Mirza Ghulam Ahmad.
Jema'at Ahmadiyah masuk dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1920-an
dengan menamakan diri Anjuman Ahmadiyah Qodiyan Departemen Indonesia dan
kemudian dinamakan Jema'at Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dikenal dengan
Ahmadiyah Qodiyan, dan gerakan Ahmadiyah Lahore (GIA) yang dikenal dengan
Ahmadiyah Lahore.
Ahmadiyah merupakan aliran sesat yang menyusup
sebagai duri di tubuh Islam, sebabnya Ahmadiyah menganggap dirinya sebagai
bagian dari Islam, padahal antara keduanya jauh api dengan panggang. Cukuplah
satu dalil saja sebagai pembuktian bahwa Ahmadiyah bukan bagian dari agama
Islam yaitu pengakuan mereka tentang adanya nabi setelah penutup para nabi dan
rasul, Nabi Muhammad saw. Jadi jika Islam wajib percaya kepada 25 Nabi dan
Rasul, Ahmadiyah percaya 26 orang.
Aliran Ahmadiyah Qodiyan menyakini Mirza Ghulam
Ahmad sebagai nabi dan rasul yang ke-26 setelah Rasulullah saw. Dan mengimami
pula Tazkirah sebagai kitab suci bagi mereka. Hayal mereka digiring oleh Mirza
untuk menyakini Tazkirah sebagai kitab suci yang diwahyukan oleh Allah kepadanya
dan harus disampaikan kepada mereka, sehingga mereka tersesat dan menyimpang
jauh dari kemurnian akidah Islam yang sebenarnya. Tazkirah oleh mereka
dipandang memiliki kesucian yang sebanding dengan Al-Qur’an, bahkan kitab suci
palsu ini ternyata lebih tebal dari kitab suci Al-Qur’an sendiri. Tazkirah
merupakan “kitab suci” yang ke-5 yang harus diyakini dalam ajaran Ahmadiyah
Qodiyan ini, disamping Zabur, Taurat, Injil, dan Alqur’an.
Kalangan Ahmadiyah mempunyai tempat suci tersendiri untuk melakukan ibadah
haji yaitu Rabwah dan Qodiyan di India. Mereka mengatakan, "Alangkah
celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam haji Akbar
ke Qodiyan. Haji ke Makkah tanpa haji ke Qodiyan adalah haji yang kering lagi
kasar." Selama hidupnya, nabi palsu Mirza tidak pernah pergi haji ke
Makkah.
Kelompok Ahmadiyah
ini memiliki juga sistem penanggalan tersendiri selain kalender Hijriah dan
Masehi. Kalender mereka itu, mereka namakan Hijri Syamsi yang disingkat HS.
Nama bulan dalam kalender HS ini, yakni:
1. Suluh; 2. Tabligh; 3. Aman; 4. Syahadah; 5. Hijrah; 6. Ihsan; 7.
Wafa; 8. Zuhur; 9. Tabuk; 10. Ikha’; 11.
Nubuwah; dan 12. Fatah. Tahun Ahmadiyah saat ini adalah th 1395 HS (2016 atau
1437 H). Kewajiban menggunakan tanggal, bulan dan tahun Ahmadiyah tersendiri
tersebut atas perintah khalifah Ahmadiyah yang kedua yaitu: Basyiruddin Mahmud
Ahmad.
Bersambung... Insya Allah
Tulisan saya ini, tapi dengan gaya dan susunan penulisan yang berbeda dengan aslinya, bersumber dari:
Laporan: LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam)
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Laporan: LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam)
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia